Kamis, 17 Mei 2018

Model-Model Inservise Pendidikan Guru dalam Pengembangan Kompetensi Menuju Profesionalisme

A. Pendahuluan
Guru mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan kepribadian maupun pengalaman yang mereka peroleh. Semua perilaku atau kinerja dilakukan guru karena adanya dorongan atau motivasi baik dari guru sendiri maupun orang lain seperti dari kepala sekolah. Dengan demikian guru akan mampu mengelola pembelajaran secara lebih baik apabila mendapatkan motivasi baik dari guru itu sendiri maupun dari motivasi yang diberikan kepala sekolah.
Begitu juga Pembinaan dan usaha perbaikan pendidikan tidak mungkin berhasil tanpa disertai dengan pembinaan dan perbaikan mutu pengetahuan serta cara kerja para pelaksananya. Pengalaman-pengalaman praktik yang diterimanya dari latihan-latihan praktik mengajar yang sangat terbatas dan dalam waktu yang tidak lama, belum merupakan pengalaman yang cukup bermutu untuk memenuhi tugas-tugas dan tanggung jawabnya setelah keluar dari sekolah guru. Disinilah pendidikan atau latihan “in-service”, “pre-service serta “up-grading” perlu disadari dan mutlak dilaksanakan agar perbaikan mutu pengetahuan serta cara kerja pelaksananya dalam bidang pendidikan dapat meningkat.



B. Model-Model Inservise dan Upgrading Profesional Guru

      1.  Pengertian Inservice Training
Inservice-training dalam bahasa Indonesia sering disebut pendidikan dalam jabatan. Istilah lain yang juga dipergunakan ialah Upgrading atau penataran dan inservice education yang pada dasarnya mempunyai maksud yang sama. Inservice-training diberikan kepada guru-guru yang dipandang perlu meningkatkan ketrampilan/pengetahuannya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang pendidikan.
Seorang guru pada dasarnya sudah dipersiapkan melalui lembaga pendidikan guru sebelum terjun kedalam jabatannya. Pendidikan persiapan itu disebut pre-service education. Diantara mereka banyak yang sudah cukup lama meninggalkan pre-service education dan bertugas dilingkungan yang tidak memungkinkan untuk mengikuti berbagai perkembangan dan kemajuan. Disamping itu banyak pula mereka yang memang tidak berusaha untuk berkembang didalam meningkatkan kemampuan sebagai guru/pendidik dan tenggelam dalam kegiatan mengajar secara rutin. Untuk mengejar ketinggalan itu agar guru selalu up to date dalam menjalankan tugas-tugasnya diperlukan inservice-training secara terarah dan berencana. Penyusunan programinservice-training dan berusaha mewujudkannya merupakan bagian dari kegiatan supervisi.
Sejalan dengan uraian diatas inservice-training dapat diartikan sebagai usaha meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan guru dalam bidang tertentu sesuai dengan tugasnya, agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas dalam melakukan tugas-tugas tersebut.[2]
Pendidikan “Inservice” (dalam jabatan) atau latihan-latihan semasa berdinas, dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan secara kontinu pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan dan sikap-sikap para guru dan tenaga-tenaga kependidikan  lainnya  guna mengefektifkan dan mengefesiensikan pekerjaan/jabatannya.  Program pendidikan atau latihan tersebut dapat diselenggarakan secara formal oleh pemerintah, berupa penataran-penataran atau lokakarya-lokakarnya baik secara lisan atau tertulis, dapat pula diselenggarakan secara informal oleh yang berkepentingan baik secara individual, maupun secara berkelompok.
Menurut gagasan supervisi modern, inservice-training atau pendidikan dalam jabatan harus diselenggarakan oleh sekolah-sekolah setempat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan memecahkan persoalan-persoalan sehari-hari yang menghendaki pemecahan segera. Program inservice-training atau refreshing ini dipimpin oleh pengawas setempat sendiri atau dengan bantuan para ahli dalam lapangan pendidikan.
Program inservice-training dapat melingkupi berbagai kegiatan seperti:
       1.    Kursus
       2.    Aplikasi
       3.    Ceramah-ceramah
       4.    Workshop
       5.    Seminar-seminar
       6.    Mempelajari Kurikulum
       7.    Survai masyarakat
       8.    Demonstrasi demonstrasi
       9.    Fieldtrip
      10.      Kunjungan ke sekolah-sekolah di luar daerah
Kepemimpinan dalam perencanaan program-program inservice-training termasuk tanggung jawab para pejabat supervisi. Akan tetapi, perencanaannya sendiri dijalankan secara kerja sama dengan guru-guru.
Jika disimpulkan, inservice-training ialah segala kegiatan yang diberikan dan diterima oleh para petugas pendidikan (pengawas, kepala sekolah, penilik sekolah, guru dsb), yang bertujuan untuk menambah dan mempertinggi mutu pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman guru-guru dalam menjalankan tugas kewajibannya.

      2.  Pengertian Upgrading
Upgrading ialah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk meninggikan atau meningkatkan taraf ilmu pengetahuan dan kecakapan para pegawai, guru-guru, atau petugas pendidikan lainnya, sehingga dengan demikian keahliannya bertambah luas dan mendalam.
Perbedaannya yang agak jelas antara inservice-training dan Upgrading ialah, Upgradinglebih memilki cifil-efect pada pekerjaan atau jabatan pegawai yang di upgrade. Umpamanya: dapat menjadikan pegawai yang tidak berwenang menjadi berwenang, berlaku untuk kenaikan tingkat atau jabatan, dan mempertinggi pengetahuan dan keahlian.
Dilihat dari luasnya pengertian yang terkandung didalamnya, inservice-trainingmengandung pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan upgrading.Upgrading termasuk kedalam pengertian inservice-training. Kegiatan-kegiatan lain yang juga dapat dimasukkan kedalam pengertian inservice-training antara lain ialah refreshing, staftraining, workshop (sanggar kerja), seminar, rapat kerja, konferensi kerja dan sebagainya.[4]
Contoh upgrading yang biasa berlaku di kalangan guru-guru dan petugas-petugas lainnya antara lain : memberi kesempatan kepada guru-guru SD yang berijazah SGB atau yang sederajat untuk mengikuti SGA/SPG; memberi kesempatan atau tugas belajar kepada guru-guru SLP yang berijazah SGA/SPG atau yang sederajat untuk mengikuti kursus PGSLP atau mengikuti kuliah di IKIP  sehingga menjadi guru yang berwenang mengajar di SLP; memberi kesempatan atau tugas belajar kepada guru-guru SLA yang berijazah BI/sarjana muda, untuk mengikuti kuliah guna mencapai tingkat sarjana; memberi kesempatan kepada pegawai administrasi (tata usaha) yang memilki ijazah SLP  untuk mengikuti KPAA (Kursus Pegawai administrasi Tingkat Atas), dan sebagainya.
Inservice-training dan Upgrading keduannya merupakan fungsi-fungsi kepemimpinan dan supervisi pendidikan modern, yang mulai mendapat perhatian di kalangan pendidikan dan pengajran di negeri kita.

3.    Program In-Service Education dalam Pertumbuhan Jabatan
Pendidikan In-service Training adalah semua usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan keahlian guru dan pegawai guna menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya masing-masing.
Dalam pengembangan kemampuan profesional melaui kegiatan in service (perantara atau pelatihan) terkesan bahwa pelaksanaanya kurang sistematis. Sedikit sekali program ini service yang dilaksanakan atas dasar kebutuhan dan permintaan para guru dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya. Kebanyakan program ini service dilaksanakan karena programnya telah ada sehingga lulusannya kurang memperoleh manfaat yang optimal terhadap pelaksanaan tugasnya dan tidak mendukung keahlian baru.
Sergiovanni dan Starrat (1983) membedakan pengembangan staf dengan in service education, yaitu :
  • Pengembangan staf bukan untuk guru di sekolah tetapi guru sebagai pribadi laki-laki maupun perempuan, in service education menangani kekurangan dan khas pada guru.
  • Pengembanga staf bukan berorientasi pada pertumbuhan , in service education mensyaratkan sejumlah ide-ide, ketrampilan dan metode.
  • Pengemmbangan staf tidak menangani kekurangan guru yang  khas, tetapi untuk kebutuhan masyarakat baik untuk pertumbuhan kerja maupun pengembangan jabatan, in service education sebagai tempat latihan kerja guru-guru untuk mereduksi alternatif yang benar-benar cocok untuknya.
  • Pengembanga staf tempat latihan kerja tambahan, sedangkan inservice education boleh memilih program pengayaaan atau remedial.

        Oliva (1984) mengemukakan ciri-ciri program in service education yang efektif adalah desain program in service education secara integratif memberikan dorongan organisasi menjalankan fungsinya. Program ini service education direncanakan secara komprehensif antara sekolah atau lembaga (guru, administrator, supervisor, staf non guru, dan siswa) secar kolaboratif berdasarkan kebutuhan partisipan yang layak di terima. Dalam pelaksanaan ini education service perlu diperlukan kontrol agar semua program terarah mencapai tujuan. Yang berhak mengontrol  aktivitas in service education adalah sekolah, direktur, atau pimpinan kantor pusat pengembangan, pusat pendidikan guru, dan departemen pendidikan.

4.      Perlunya Inservice-training dan Upgrading dalam pendidikan
Model Persiapan calon-calon guru selama di sekolah guru –baik ia dari sekolah SGB, SGA/SPG, maupun dari FKIP atau IKIP-belumlah merupakan persiapan-persiapan yang cukup lengkap jika ditinjau dari tugas kewajibannya sebagai pendidik yang sangat luas setelah keluar dari sekolah itu. Persiapan-persiapan yang diterima di sekolah guru, waktu dan luasnya sangat terbatas; juga sebagian besar merupakan persiapan yang bersifat teoritis. Pengalaman-pengalaman praktek yang diterimanya dari latihan-latihan praktek mengajar sangat terbatas dan dalam waktu yang tidak lama, belum merupakan pengalaman yang cukup bermutu untuk memenuhi tugas-tugas dan tanggung jawabnya setelah keluar dari sekolah guru. Banyak hal yang harus diperbuat dan dilakukan oleh guru yang belum sempat atau tidak dipelajarinya di sekolah guru.
 Ini semua merupakan motif-motif yang mendorong keharusan adanya pendidikan tambahan bagi guru-guru muda di sekolah-sekolah tempat mereka bekerja jika mereka hendak menjadi guru yang cakap. Demikian pula guru-guru yang lebih tua sama-sama perlu akan pendidikan dalam jabatan itu, yang disebut dengan inservice-training.
Sebab-sebab perlunya inservice-training, disamping pendidikan persiapan (pre-service training) yang kurang mencukupi, juga banyak guru yang banyak guru yang telah keluar dari sekolah guru tidak pernah atau tidak dapat menambah pengetahuan mereka sehingga menyebabkan cara kerja mereka yang tidak berubah-ubah, itu-itu saja dan begitu-begitu saja tiap tahun selama belasan tahun mereka bekerja. Mereka tidak mengetahui dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat dan negara.
Sebab lain mengenai perlunya inservice-training atauUpgrading ialah suatu kenyataan bahwa karena kebutuhan yang sangat mendesak, pemerintah mengangkat guru-guru yang tidak dipersiapkan untuk menjadi guru sebelumnya, baik sebagai guru SD maupun sebagai guru SLP atau SLA. Bagi mereka ini inservice-training atau Upgrading mutlak diperlukan.
Sebab yang lain lagi ialah adanya program dan kurikulum sekolah yang harus selalu berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, masyarakat dan kebudayaan. Untuk dapat mengimbangi perkembangan itu, pengetahuan dan cara bekerja guru-guru harus berkembang pula.

5. Pengaruh  Program         In        Service            Training         Terhadap Peningkatan Profesionalisme Guru
Guru profesional adalah semua orang yang mempunyai kewenangan serta mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan siswa, baik individual atau klasikal. Hal ini berarti bahwa guru, harus memiliki minimal dasar kompetensi sebagai bentuk wewenang dan kemampuan di dalam menjalankan tugas- tugasnya.62
Kompetensi guru adalah suatu keahlian yang wajib dipunyai oleh guru, baik dari kemampuan segi pengetahuan, kemampuan dari segi keterampilan dan tanggung jawab pada murid-murid yang di didiknya, sehingga  dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik bisa berjalan dengan baik.
Pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada empat krisis pokok, yang berkaitan dengan kuantitas, relevansi atau efisiensi eksternal, dan manajemen. Lebih lanjut harapan perbaikan pendidikan belum bisa kita rasakan. Terbukti dari hasil komporasi Internasional, Indonesia justru menduduki  peringkat yang sangat rendah dan cenderung menurun.
Berkaitan dengan kebijaksanaan pembangunan nasional yang berfokus pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), Maka kualifikasi  sumberdaya manusia yang perlu dimiliki dan cocok dengan kebutuhan dimasa datang adalah:
  • Sumberdaya manusia yang memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugas dan kooperatif dalam memberikan kontribusi kepada pencapaian tujuan
  • Menguasai IPTEK yang relevan dengan jenis ragam kondisi fisik sosial ekonomi dan budaya Indonesia, dan cocok dalam menghadapi IPTEK
  • Mampu belajar cepat dan beradaptasi dengan perkembangan IPTEK
  • Profesional sesuai dengPPan bidang study dan strata pendidikan yang ditekuni ditandai dengan pengetahuan dasar memadai, kemampuan dan keterampilan menangani permasalahan teknis administratif dan  bertanggung jawab serta berprilaku sesuai etika standar yang berlaku.
  • Komunikatif dalam menyampaikan gagasan dan hasil kerjanya kepada orang lain dalam kaitan hubungan antar sesama, kepada bawahan dan kepadau atasan.
  • Inovatif dan kreatif dalam mencari dan mengembangkan  Ilmu  Pengetahuan.
  • Kompetitif dalam menghadapi persaingan baik pada tingkat lokal, nasional maupun regional.
  • Berjiwa kewirausahaan sehingga tidak saja mencari kerja tetapi juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.
Dalam perkembangan yang demikian pesatnya mutu pendidikan menjadi prioritas utama dalam menyimak setiap perubahan, sehingga secara langsung atau tidak langsung profesionalisme guru sedang teruji. Orang bijak menyatakan pendidikan itu adalah perhiasan di waktu senang dan tempat berlindung di waktu susah. Untuk meningkatkan profesionalisme guru dibutuhkan peran serta semua pihak untuk saling memberikan keteladanan sehingga guru yang belum profesional menjadi profesional dan yang sudah profesional menjadi lebih profesional.
Mengingat guru merupakan salah satu faktor penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan maka pemerintah perlu memperhatikan peningkatan kompetensi dengan terus memberikan bimbingan-bimbingan untuk guru agar profesionalisme guru semakin meningkat.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam menjalankan tugasnya yaitu melalui program in service training atau In service training karena program In service  training dapat memotivasi guru untuk meningkatkan profesionalismenya dalam menjalanan tugasnya.
Pelaksanaan dari program in service training ini juga memberikan keuntungan atau manfaat baik bagi pegawai (guru) maupun bagi lembaga pendidikan itu sendiri. Manfaat in service training bagi guru antara lain meningkatkan kemampuan guru dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi, memberikan dorongan guru untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya, meningkatan kemampuan guru untuk mengatasi stres, frustasi dan konflik yang nantinya bisa memperbesar rasa percaya pada diri sendiri, menambahkan informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para pegawai dalam rangka menambah pengetahuan baik pengetahuan secara teknik maupun intelektual, serta mengurangi ketakutan  menghadapi  tugas baru dimasa depan.
Sedangkan keuntungan atau manfaat bagi lembaga pendidikan antara lain: peningkatan produktivitas kerja organisasi, terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan antara lain karena adanya pendelegasian wewenang dan interaksi yang didasarkan pada sikap dewasa baik secara teknik maupun intelektual, terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat karena melibatkan seluruh pegawai yang bertanggungjawaban
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan operasional dan tidak sekedar diperintahkan oleh para manajer, meningkatkan kesempatan kerja seluruh  tenaga kerja dalam organisasi dalam komitmen organisasional yang  lebih  tinggi, memperlancar jalannya komunikasi yang efektif yang pada gilirannya memperlancar proses perumusan kebijaksanan organisasi dan operasionalnya, dan penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya adalah tumbuh suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan dikalangan anggota organisasi.
Program in service training juga dapat dikatakan sebagai program pengembangan karyawan, yang mana program tersebut dapat dilaksanakan secara formal maupun informal.
Pelaksanaan program secara formal yaitu karyawan ditugaskan oleh lembaga mengikuti pendidikan dan latihan, baik yang dilakukan lembaga sekolah itu sendiri maupun oleh lembaga pendidikan/pelatihan, karena tuntutan pekerjaan untuk saat ini atau masa datang. Kegiatan ini bisa dilakukan melalui seminar, workshop, dan lain-lain.
Sedangkan pengembangan secara informal yaitu karyawan atas keinginan dan usaha sendiri melatih dan mengembangkan dirinya dengan mempelajari buku-buku literatur yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatannya.
Agar pelatihan berjalan dengan sukses, sebelum mengadakan pelatihan, lembaga perlu melakukan beberapa langkah berikut:
  • Menganalisis kebutuhan pelatihan organisasi, yang sering disebut need analysis atau need assessment.
  • Menentukan sasaran dan materi program pelatihan.
  • Menentukan metode pelatihan dan prinsip-prinsip belajar yang digunakan.
  •  Mengevaluasi program.

Tentu hal ini berangkat dari guru yang bersangkutan dalam artian lembaga sekolah mengusahakan agar para guru mendapatkan kesempatan untuk belajar yang lebih tinggi baik melalui program beasiswa atau melalui aktivitas yang berupa pelatihan-pelatihan, penataran, workshop, kursur-kursus, seminar, diskusi atau mimbar, baik yang dilakukan oleh intern kelembagaan atau ekstern kelembagaan.
Tentunya tidak hanya sebatas menjadikan pelatihan, pelatihan dan seminar tetapi perla dipikirkan bagaimana format suatu kegiatan agar menjadi lebih efektif. Selain itu organisasi profesi PGRI hendaknya menyediakan majalah Ilmiah atau jurnal kepandidikan untuk memuat tulisan guru untuk pengembangan kreativitas dan kemampuan guru.
Guru harus didorong untuk meningkatkan pengetahuannya tentang perkembangan masalah-masalah pendidikan, untuk menghindari kemungkinan
bahwa guru akan ketinggalan dari kemajuan-kumajuan dibidang pendidikan. Karena itu guru wajib memperbarui dan meningkatkan pendidikannya untuk mempertinggi taraf keprofesionalnya.


Daftar Pustaka :
http://nuhainstant.blogspot.co.id/2011/08/inservice-training-and-upgrading.html
http://argadiafitria97.blogspot.co.id/2016/12/in-and-preservice-training.html
http://digilib.uinsby.ac.id/3693/4/Bab%202.pdf
http://zainalzainalmasri.blogspot.co.id/2013/11/pembinaa-n-dan-pengembangan-profesi-guru.html

Jumat, 11 Mei 2018

Model-model Pre Service pendidikan Guru


A. Pendahuluan

         Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusiayang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuandan teknologi dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab terus dilakukan. Guru sebagai tenaga profesional dan pelaksana pembelajaran di sekolah mempunyai peran strategis dalam pembangunan bangsa.Peran guru tersebut salah satunya berhubungan dengan profesionalitas dalammenguasai materi ajar, mengelola kegiatan pembelajaran, memahami latar  belakang psikologis siswa, dan mampu meningkatkan diri
Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesionaldengan bernuansa pendidikan.
Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi olehkurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa.Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan ataukemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukansekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memilikiketerampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harusdipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi yang membina guru !dalam hal ini "epdiknas atauyayasan swasta, PGRI dan masyarakat.
Ketersediaan guru yang memadai, merupakan salah satu faktor pentingdalam upaya pembangunan pendidikan di indonesia, baik secara kuantitas maupunkualitas. "alam rangka pemenuhan ketersediaan guru yang memadai tersebut, pemerintah khususnya kementerian Pendidikan nasional !kemendiknas# atau yangsaat ini telah berubah nama menjadi kementerian Pendidikan "asar dan Menegah!kemendikdasmen#, masih dihadapkan pada dua permasalahan pokok yang sangatmendasar. Pertama, pemenuhan kebutuhan tenaga guru yang belum sesuai dengankebutuhan daerah, dan kedua adalah peningkatan kualitas profesional yang belummemenuhi standar minimal.
Kedua permasalahan inilah yang pada akhirnya menimbulkan terjadinya kesenjangan disparitas kualitas guru di berbagai daerah di tanah air. 'ebagaicontoh, di satu daerah para gurunya sudah terbiasa mengakses bahan ajar melaluiteknologi informasi yang berbasis internet atau multi media. namun di daerah lain jangankan menikmati segala kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi yang berbasis internet tersebut, untuk mendapatkan bahan ajar dalam bentuk buku sajamereka masih sangat kesulitan,
Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu,salah satu instrumen penentunya adalah keberadaan guru yang bermutu juga,yakni guru yang profesional, bermartabat dan tentunya sejahtera. 'elanjutnya,keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Dan hampir semua bangsa di dunia ini selalumengembangkan kebijakan yang mendorong keberadaan guru yang berkualitaslebih lanjut sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yangmaju, modern dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsabangsa mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju, modern, makmur,dan sejahtera adalah bangsa(bangsa yang memiliki sistem dan praktik pendidikanyang bermutu. Membahas tentang mutu pendidikan, dalam konteks tulisan ininantinya akan difokuskan pada pendidikan yang ada di Indonesia. Lebih spesifk lagi akan dikaitkan dengan model pendidikan bagi guru yang selama ini telah berlangsung.


B. Program Pendidikan Pre Service Education

1.  Pengertian Program Pendidikan Pre Service Education

Perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya danpeningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya sebagai sasaran utama supervisi pendidikan tidak akan terwujud dengan baik, apabila guru-guru sebagai pengemban yang langsung tidak mengalami pertumbuhan atau perkembangan dalam bidang keahlian atau profesinya.
Pendidikan pra-jabatan atau pre-service education merupakan fase mempersiapkan tenaga-tenaga kependidikan untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, dan sikap-sikap yang dibutuhkan sebelum bertugas/berdinas. Misalnya semasa kuliah di IKIP atau Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Setelah mulai bertu gas sebagai guru, ia tidak boleh satis tetapi harus dinamis. yaitu harus ikut berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi pada umumnya, khususnya di bidang profesi keguruan atau kependidikan. la harus berkembang sambil menunaikan tugasnya. Untuk mengembangkan profesi atau kecakapan dalam masa jabatannya ini diperlukan pendidikan atau latihan "in-service.
Loretta dan Stein yang dikutip oleh Syaiful Sagala mengemukakan kategori pendidikan profesional pre service teacher education adalah
  • ·Suatu studi yang diwajibkan untuk menjadi guru, yang secara historis terbentuk dari sejumlah mata pelajaran yang diambil pada perguruan tinggi dengan memberikan pengalaman lapangan supervisi yang didisain untuk menerima tamatan SLTA memasuki profesi mengajar;
  • Penataran guru untuk memenuhi kebutuhan pejabat (employer) dan pegawai (employee) dalam daerah tertentu; 
  • Continuing education suatu program pelajaran berkelanjutan yang ditentukan secara individual atau mata pelajaran yang dipilih untuk memenuhi minat atau kebutuhan menuju pencapaian tujuan spesifik atau gelar; dan
  • Pengembangan kedudukan sataf (staf development) suatu program pengalaman didisain untuk memperbaiki kedudukan seluruh anggota staf secara pribadi maupun kelompok.
  •  Dimensi substantif mengenai bahan apa yang akan diajarkan.
  • Dimensi tingkah laku guru tentang bagaimana guru mengajar. Jadi, bertalian dengan kemampuan guru dan metode mengajar.
  • Dimensi lingkungan fisik, sarana, dan prasarana pendidikan.
  • untuk meyakinkan kemampuan profesional awal. Saringan calon peserta pendidikan pra jabatan perlu dilakukan secara efektif, baik dari segi kemampuan potensial, aspek-aspek kepribadian yang relevan, maupun motivasinya.
  • Pendidikan pra-jabatan harus benar-benar secara sistematis menyiapkan calon guru untuk menguasai kemampuan profesional.
  • mekanisme dan prosedur penghargaan aspek layanan ahli keguruan perlu dikembangkan.
  • Sistem penilikan di jenjang SD dan juga sistem kepengawasan di jenjang SLTA yang berlaku sekarang jelas memerlukan penyesuaian-penyesuaian mendasar.
  • Keterbukaan informasi dan kesempatan untuk meraih kualifikasi formal yang lebih tinggi, katakanlah S1, S2 dan bahkan S3.


   2.   Program Pendidikan Pre Service Education

Tenaga pendidik disiapkan melalui pre service teacher education dengan strategi pelaksanaan dan pengembangan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) seperti (IKIP, FKIP, FIP, STKIP, dan FTIK) yang menghasilkan tenaga kependidikan dan guru. Untuk menyediakan guru yang dibutuhkan, maka LPTK mampu menangani program dan melakukan inovasi dengan menanamkan pemahaman yang mendalam tentang kurikulum pada calon guru dengan melakukan evaluasi pada tiap periode yang telah ditentukan untuk menjamin kesinambungan pengembangan staf. Kebutuhan pasar pendidikan dewasa ini telah beragam. Hal ini ditandai munculnya berbagai program dan model pendidikan yang dibutuhkan masyarakat. Misalnya ada sekolah diberi kategori standar nasional, berstandar internasional, telah terakredilasi oleh badan akreditasi baik tingkat lokal maupun nasional bahkan internasional, dan sebagainya. Atas dasar kategori atau level tersebut, tentu saja kualitas siswa dan kualitas manajemen sekolahnya mempunyai perbedaan antara yang satu dengan lainnya demikian juga kualitas dan kesejahteraan gurunya. Berdasarkan kebutuhan masyarakat tersebut, tentu saja LPTK dalam melaksanakan
           pendidikan profesi guru juga akan mempersiapkan diri untuk mengelola dan menyiapkan lulusannya yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.3

Proses pendidikan guru ini dapat berlangsung di dalam kelas, dalam kegiatan ekstrakurikuler dan pada kehidupan luar kelas. Lawrence Downey dalam Oemar Hamalik menyatakan bahwa proses pendidikan mengandung tiga dimensi :

Dalam pendidikan prajabatan, sebelum menjadi guru, seseorang akan dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya.
Proses pendidikan tidak muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, ketrampilan dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. 
sumber : http://eprints.stainkudus.ac.id/460/5/5.%20BAB%20II.pdf

3. Upaya Peningkatan Profesi Guru
Profesionalisasi berhubungan dengan profil guru, walaupun protet guru yang ideal memang sulit didapat namun kita boleh menerka profilnya. Guru idaman merupakan produk dari keseimbangan antara penguasaan aspek keguruan dan disiplinilmu (dalam Mimbar Pendidikan IKIP Bandung, No. 3/ September 1987:87).
Keduanya tidak perlu fipertentangkn melainkan bagaimana guru tertempa kepribadiannya dan terasah aspek penguasaan materinya. Kepribadian guru yang utuh dan berkualitas sangat penting karena dari sinilah muncul tanggung jawab profesional sekaligus menjadi inti kekutan professional dan kesiapan untuk selalu mengembangkan diri. Tugas guru adalah potensi peserta didik dan mengajarnya supaya belajar. Guru memberikan peluang agar potensi itu ditemukan dan dikembangkan. Kejelian itulah yang merupakan ciri kepribadian profesional.
Sehubungan hal di atas, maka upaya peningkatan profesi guru sekurang-kurangnya menghadapi dan memperhitungkan empat faktor, yaitu:
1) Ketersediaan dan Mutu Calon Guru
         Secara jujur kita akui pada masa lalu (dan masa kini) profesi guru kurang memberikan rasa bangga diri. Bahkan ada guru yang malu disebut sebagai guru. Rasa inferior terhadap potensi lain masih melekat di hati banyak guru.
         Kurangnya rasa bangga itu akan mempengaruhi motivasi kerja dan citra masyarakat terhadap profesi guru. Banyak guru yang secara sadar atau tidak sadar mempromosikan keminderannya kepada masyarakat.
        Seorang guru harus memiliki keyakinan dengan sepenuh hati dalam menjalankan tugasnya. Mutu seorang guru juga harus diperhatikan agar nantinya menghasilkan generasi yang membanggakan.
2) Pendidikn pra- Jabatan
Pendidikan pra jabatan bertujuan:
  1. untuk meyakinkan kemampuan profesional awal. Saringan calon peserta pendidikan pra jabatan perlu dilakukan secara efektif, baik dari segi kemampuan potensial, aspek-aspek kepribadian yang relevan, maupun motivasinya.
  2. Pendidikan pra-jabatan harus benar-benar secara sistematis menyiapkan calon guru untuk menguasai kemampuan profesional.
3) Mekanisme Pembinaan dalam Jabatan
           Ada tiga upaya dalam penyelenggaran pelbagai aspek dan tahap penanganan pembinaan dalam jabatan profesional guru. Ketiga upaya itu adalah sebagai berikut:

4) Peranan Organisasi Profesi
         Pengawasan mutu layanan suatu biang profesional dilakukan oleh kelompok ahli yang dipandu oleh nilai-nilai profesi yang sejati, yaitu pengabdian keahlian bagi kemaslahatan orang banyak. Penanganan yang tepat terhadap semua aspek dan tahap sistem pengadaan guru, yaitu perekrutan, pendidikan pra-jabatan, pengangkatan-pengangkatan dan pembinaan dalam jabatan .

4. Model-model Pre Service pendidikan Guru

 a. Model Konkuren (Model Seiring) Pre Service Pendidikan Guru
Model konkuren yaitu suatu model penyelenggaraan pendidikan guru yang menyiapkan calon guru yang dilakukan dalam satu napas, satu fase, antara  penguasaan bidang studinya (subjek matter) dengan kompetensi pedagogi (ilmu kependidikan). Model inilah yang dipakai selama lebi h dari 50 tahun dalam  penyelenggaraan pendidikan guru di Indonesia. PTPG, fkiP, ikiP, SGb, SGa, SPG, SGo, PGa, sebagai bentuk lPTk yang pernah ada di indonesia menggunakan model ini.
Model ini mengasumsikan bahwa seorang calon guru sejak awal sudah mulai memasuki iklim, menjiwai, menyadari akan dunia profesinya. Seorang guru tidak hanya dituntut menguasai bidang studi yang akan diajarkannya, melainkan  juga kompetensi pedagogi, sosial, akademik, dan kepribadian sebagai pendidik. kompetensi tersebut bukan sesuatu yang terpisah, melainkan jadi ramuan komposisi yang khas yang dijiwainya. kalau guru diasumsikan sebagai petugas  profesional, harus disiapkan secara profesional, secara sengaja untuk jadi guru,  juga di lembaga yang sengaja dibuat dan dipersiapkan untuk mendidik calon guru. kritik terhadap model ini, penguasan subject matter (bidang ilmu) dianggap lemah karena perolehan kemampuan bidang ilmu yang diajarkannya dianggap kurang dari sarjana bidang ilmu (murni). ini dianggap kelemahan dan dinisbahkan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kompentensi guru yang selama ini dipersiapkan di LPTK.
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau disingkat LPTK sebagai suatu lembaga pendidikan guru tingkat universitas mempunyai fungsi pokok dalam rangka mempersiapkan para calon guru yang kelak mampu melakukan tugasnya selaku profesional pada sekolah-sekolah. Dengan mempersiapkan para calon guru maka sesungguhnya LPTK mengemban peranan sangat penting dalam rangka mempersiapkan calon guru yang memiliki yang memiliki kompetensi  profesional yang baik. Kebaikan dan kekurangan yang terjadi pada guru, pada dasarnya menjadi tanggung jawab LPTK sebagai suatu institusi.
Guru prajabatan adalah lulusan S1 atau D4 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan(LPTK). Guru dalam jabatan adalah guru PNS atau non PNS yang sudah mengajar pada satuan pendidik.

Kelebihan Model Konkuren
  1. Guru konkuren lebih menguasai ilmu pendidikan daripada guru konsekutif.
  2. Guru konkurn mempunyai peluang untk menjadi guru profesional.
Kelemahan Model Konkuren
  1. Guru konkuren tidak menguasai materi belajar karena hanya belajar sebagian dari disiplin ilmu yang harus diajarkannya di sekolah. Hal ini dapat diatasi dengan guru konkuren lebih mempelajari bahan/ materi ajar.
  2. Guru konkuren terancam menjadi pengangguran karena lahan pekerjaannya diambil alih oleh guru konsekutif
b. Model Konsekutif (Model berlapis) Pre Service Pendidikan Guru
Asumsi yang dipakai dalam model ini menghendaki penyiapan guru dilakukan dalam napas atau rangkaian yang berbeda. artinya, calon guru sebelumnya tidak dididik dalam setting LPTK. Mereka adalah para sarjana bidang ilmu, kemudian setelah itu menempuh pendidikan lanjutan di LPTK untuk memperoleh akta kependidikan yang selama ini diposisikan sebagai lisensi profesi guru. Model ini menghendaki sarjana dulu di bidangnya kemudian mengikuti  pendidikan akta kependidikan sebagai sertifkasi profesi kependidikan. Keunggulan model ini dianggap memiliki penguasaan bidang studi lebih baik unggul, tetapi lemah dari aspek kompetensi ilmu pendidikan (pedagogis), sosial, dan kepribadian sebagai calon guru. Dalam pola ini penyiapan subject matter dengan kompetensi pedagogi, sosial, dan kepribadian adalah hal yang berbeda,  bukan desain pendidikan profesional yang terpadu
Sejak diberlakukannya undang-undang Guru dan Dosen, nampaknya  penyelenggaraan pendidikan guru saat ini cenderung dilakukan dengan menggunakan concecutive model, ini dapat dilihat pada pasal 12 yang berbunyi:
“Setiap orang yang telah memperoleh sertifkat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu”.
Salah satu dampaknya adalah meningkatnya minat dan apresiasi masyarakat terhadap profesi guru. Disamping itu, UU tersebut juga menggariskan bahwa  profesi guru minimal berpendidikan S-1 atau D-4, baik kependidikan maupun non kependidikan. hal ini mengisyaratkan bahwa profesi guru merupakan profesi yang  bersifat terbuka, bukan hanya bagi lulusan dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), melainkan pula dari non-LPTK. Lalu apa urgensi eksistensi LPTK kalau profesi guru itu pun secara yuridis dan akademik berhak dimasuki oleh mereka yang tidak dipersiapkan di LPTK. Mereka yang berlatar  pendidikan dari non-LPTK/non kependidikan untuk menjadi guru cukup mengikuti pendidikan sertifkasi profesi guru.
Kelebihan Model Konsekutif
  1. Guru konsekutif lebih menguasai materi belajar.
  2. Para lulusan dari ilmu murni mempunyai peluang untuk menjadi guru, dengan syarat melalui pendidikan strata

Kelemahan Model Konsekutif
  1. Guru konsekutif tidak menguasai ilmu pendidikan karena guru konsekutif hanya belajar ilmu murni. Hal ini dapat diatasi dengan guru konkuren mempelajari ilmu pendidikan supaya menjadi guru yang profesional.
  2. Guru konsekutif akan bersaing dengan guru konkuren


Daftar Pustaka
https://www.scribd.com/document/378568353/MAKALAH-PROFESI-PENDIDKAN-docx
https://pandidikan.blogspot.co.id/2011/05/pembinaan-profesi-guru.html
https://riezsanurfauzie.wordpress.com/2017/11/21/makalah-pengembangan-profesi-guru/

Model-Model Inservise Pendidikan Guru dalam Pengembangan Kompetensi Menuju Profesionalisme

A. Pendahuluan Guru mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan kepribadian maupun pengalaman yang mereka peroleh. Semua peri...